Tugas Kecerdasan Buatan.

halohalohalo..
kali ini saya akan membahas sesuatu yang berkenaan dengan waktu tunda diaplikasikan dalam algoritma genetik. ini juga tugas mata kuliah sob..
Sob, pada tau ngga apa itu waktu tunda?
Kalo di kehidupan sehari hari waktu tunda atau yang kita biasa sebut dengan delay biasa terjadi di bandara atau juga di bank. Di bank misalnya kalo kita masuk ke bank kan pasti ada aja orang yang udah ngantri. Nah, kita diharuskan nunggu disitu, kemudian ketika pelanggan tersebut selesai melakukan transaksi, maka kita bersiap untuk dipanggil. Waktu tunda itu, selisih waktu pelanggan yang sudah selesai melakukan transaksi dengan waktu kedatangan pelanggan berikutnya. Berarti waktu tunda ini bisa dikatakan sebagai dengan waktu tunggu .

Nah kalo waktu tunda di system pensinyalan gimana ?
Semakin tinggi waktu tunda sinyal itu menandakan semakin tinggi deraunya yang mengakibatkan sinyal itu berada dalam kualitas yang buruk, dan sebaliknya semakin sedikit waktu tunda sinyal tersebut maka sinyal itu memiliki derau yang rendah dan kualitas yang baik. Dalam algoritma genetic, kita bisa melihat estimasi waktu tunda nih sob.
Ini aku taunya juga dari jurnal orang..hehe
Prinsip kerjanya sama seperti pemrosesan sinyal digital








Sistem diberi masukan oleh variabel masukan u(t) dan gangguan v(t) . Pengguna dapat mengontrol u(t) tetapi tidak v(t), karena v(t) bisa dari mana saja.

Kalo diagram aliran nya bisa dilihat seperti ini:



















Bisa bacanya kan sob? :D

Langsung aja ke analisa hasilnya aja ya . Jadi kan pengujian disini dilakukan dalam dua kondisi, yaitu pada kondisi SOE (signal Operating Environmental) rendah derau (snr = 100 dB) dan pada keadaan SOE penuh derau (snr = 0 dB). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa baik performa sistem dalam dua keadaan sinyal tersebut dan untuk mengetahui pengaruh keadaan sinyal yang berbeda terhadap hasil akhir metode.
Pengujian Algoritma Genetik
Pengamatan dilakukan atas dua sinyal putih (white signal) yang merupakan sinyal kirim dan sinyal terima. Baik sinyal terima maupun sinyal kirim telah terkorupsi derau yang didapat dari lingkungan sinyal itu sendiri maupun dari proses pemancaran dimana derau yang terjadi tidak berkorelasi satu sama lain. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sinyal terima merupakan versi sinyal kirim yang telah terdistorsi derau dan mengalami tunda sebesar 3 detik. Besarnya kualitas sinyal terhadap derau (snr) tergantung dari SOE yang digunakan. Dalam aplikasi ini digunakan 2 macam keadaan yaitu keadaan SOE penuh derau (snr = 0 dB) dan keadaan SOE rendah derau/noiseless (snr = 100 dB). Sinyal yang digunakan selalu berubah-ubah secara random dalam setiap iterasinya agar mendekati keadaan nyata dimana aplikasi bertujuan untuk menentukan permasalahan estimasi waktu tunda yang kompleks.
Pengujian pada Kondisi SOE Rendah Derau (SNR = 100 dB)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sinyal data yang memiliki kondisi sinyal snr sebesar 100 dB.

Gambar 1 . Performansi algoritma genetik pada snr = 100 dB
Pada pengujian ini, terlihat perubahan fungsi obyektif pada generasi ke-1 sampai dengan ke-5 nilai obyektif menunjukkan nilai 0,0400 kemudian nilai obyektif menjadi 0,0367 pada generasi ke-6 sampai dengan generasi ke-7. Pencarian kemudian terus berlanjut sehingga didapatkan nilai obyektif yang semakin kecil karena tujuan optimasi yang dilakukan adalah meminimalkan fungsi obyektif. Secara keseluruhan, terjadi 6 kali perubahan nilai obyektif sampai dengan didapatkan solusi maksimal yang bernilai konstan yaitu pada generasi ke-32 sebesar 0,0145. Terlihat pada Gambar 1 bahwa pada algoritma genetik memiliki proses seleksi elit dimana ia akan mempertahankan nilai obyektif pada suatu generasi untuk sama atau lebih baik dengan generasi sebelumnya.

Gambar 2. Konstanta tunda dgn algoritma genetik pada snr 100 dB
Perubahan nilai kostanta tunda dan koefisien filter adaptif hampir sejalan dengan nilai obyektif karena kedua proses berjalan hampir secara bersamaan. Perubahan nilai konstanta tunda secara keseluruhan terjadi sebanyak 9 kali. Pada saat inisialisasi, nilai menunjukkan 2,9857 detik yang sama dengan nilai solusi maksimal pada saat iterasi terakhir tetapi karena didapat nilai obyektif yang lebih kecil maka generasi ke-6 nilainya berubah menjadi 0,7000. perubahan terus terjadi sampai dengan didapat solusi maksimal sebesar 2,9857 detik pada generasi ke 33. Gambar 2 ini juga memperlihatkan proses seleksi elit yang terjadi. Solusi maksimal ini terjadi ini pada saat konstanta filter adaptif b0 dan b1 bernilai – 0,71429 dan 0,57143.
Pengujian pada Kondisi Penuh Derau (SNR =0 dB)
Pengujian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan sinyal data yang memiliki kondisi sinyal snr sebesar 0 dB sehingga. Estimasi yang dilakukan menggunakan operator-operator genetik yang bernilai sama seperti pada pengujian sebelumnya (snr = 0 dB) sehingga hasil estimasi benar-benar merefleksikan performa sistem terhadap kondisi sinyal yang berbeda.

Gambar 3. Performansi algoritma genetik pada snr = 0 dB
Pada saat generasi awal nilai obyektif sebesar 0,0686 keadaan tak berlangsung lama karena saat generasi ke-4 nilai sudah berubah menjadi 0,0586. Pencarian berlanjut dan secara bertahap dan turun sehingga menghasilkan nilai obyektif yang lebih kecil. Pada generasi ke-8 nilai obyektif sampai dengan generasi ke-65 nilai obyektif sebesar 0,0398. Solusi maksimal didapat pada generasi ke 407 yaitu sebesar 0,0194, hal ini tampak dari nilai obyekti yang konstan dalam interval 407-500. Gambar 3 memperlihatkan dengan jelas solusi elit yang terjadi, dimana nilai obyektif sebesar 0,0194 ini terus dipertahankan sampai dengan generasi maksimum yaitu sebesar 500.

Gambar 4. Konstanta tunda dengan algoritma genetik pada snr 0 dB
Generasi awal menunjukkan nilai konstanta tunda sebesar 3,5571 detik yang kemudian berubah menjadi 4,7 pada saat generasi ke-4. Generasi ke-8 nilainya sama dengan nilai yang didapat dari iterasi terakhir yaitu sebesar 2,9857 detik. Akan tetapi karena didapat nilai obyektif yang lebih kecil maka nilai ini berubah menjadi 2,4143 detik. Pencarian terus berlanjut sampai dengan solusi maksimal didapat yaitu sebesar 2,9857 detik pada saat generasi mencapai 258. Seleksi elit yang terjadi terus mempertahankan nilai ini karena ia memiliki nilai obyektif yang terjadi. Parameter filter adaptif b0 dan b1 yang didapat adalah sebesar -0,71429 dan 1,7143.

Pengaruh Keadaan Sinyal terhadap Performasi Sistem
Dari Gambar 1 dan Gambar 2 yang merepresentasikan performa sistem pada keadaan snr = 100 dB serta dari Gambar 3 dan Gambar 4 yang merupakan representasi dari keadaan snr =0 B, diperlihatkan pengaruh kondisi sinyal pada faktor kekonvergenan sistem. Pada snr 0 dB dimana variasi sinyal sangat banyak maka terdapat lebih banyak perubahan parameter yang didapat untuk mendapatkan solusi maksimalnya. Sedangkan pada snr 100 dB dimana keadaan sinyal relatif baik dengan lebih sedikit noise sehingga variasi, degradasi dari kualitas sinyal lebih minimal, sistem mampu mencapai solusi maksimalnya lebih cepat dan perubahan parameter yang lebih sedikit. Semakin tinggi nilai snr yang ada, maka kualitas sinyal semakin baik dan performansi dari sistem estimasi waktu tunda semakin andal. Dengan kata lain, algoritma genetik menemukan solusi maksimalnya lebih cepat atau lebih cepat konvergen bila SOE memiliki snr yang lebih tinggi.. Pada keadaan SOE snr = 100 dB, solusi maksimal konstanta tunda ditemukan pada saat generasi sebanyak 33 sedangkan  pada keadaan SOE snr = 0 dB, solusi maksimal dicapai pada saat generasi mencapai 258.
Pengujian Metode Pembanding Algoritma Least Mean Square
Kemudian kita membandingkan metode algoritma genetic tadi dengan metode LMS (Last Mean Square) .Proses estimasi yang dilakukan dengan menggunakan algoritma genetik kemudian dibandingkan dengan algoritma LMS. Algoritma LMS ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan algoritma genetik dimana solusi yang didapat berupa solusi minimal. Selain itu, hasil yang didapat dari metode ini adalah instantaneous maksudnya nilai tersebut benar-benar berasal dari proses iterasi yang baru saja dilakukan tanpa melibatkan memori. Oleh karena itu, nilai tunda yang dibahas merupakan nilai mean dari algoritna LMS dengan iterasi sebanyak proses algoritma genetik dalam menemukan solusi maksimalnya dalam kondisi sinyal yang sama.
Pengujian pada Kondisi Rendah Derau (SNR = 100 dB)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sinyal data dengan snr = 100 dB. Karena karakteristik algoritma LMS yang bersifat instantaneous maksudnya solusi yang didapat benar-benar berasal dari proses iterasi yang baru saja dilakukan tanpa melibatkan memori. Sehingga, hasil dari proses iterasi masingmasing berdiri sendiri tanpa ada ketergantungan satu sama lain. Untuk pengujian LMS dengan snr = 100 dB digunakan iterasi sebanyak 33 kali karena algoritma genetik telah mampu menemukan solusi maksimalnya pada saat generasi maksimalnya mencapai angka 33.

Gambar 5. Konstanta tunda dengan algoritma LMS pada snr 100 dB
Gambar 5 memperlihatkan aplikasi algoritma least mean square dalam mengestimasi waktu tunda. Algoritma ini lebih sederhana dibanding algoritma genetik sehingga mempunyai kecepatan yang lebih tinggi. Tampak dari gambar bahwa metode ini bersifat local minima sehingga hasinya sangat berosilasi tidak stabil dan sulit untuk menentukan secara pasti nilai yang didapat karena rentang yang satu dengan yang berikutnya kadang nilainya terpaut cukup jauh. Nilai akhir yang didapat adalah sebesar 3,4796 detik sedangkan nilai mean yang didapat dari pross iterasi sebanyak 33 kali adalah sebesar 1,7586 detik. 5.3.2 Pengujian pada Kondisi Penuh Derau (SNR = 0 dB) Pengujian dilakukan dengan menggunakan sinyal data yang memiliki karakteristik snr = 0 dB. Iterasi yang dilakukan adalah sebanyak 258 kali karena algoritma genetik dengan kondisi sinyal yang sama telah mampu menemukan solusi maksimalnya pada saat generasi telah mencapai angka tersebut.

Gambar 6. Konstanta tunda dengan algoritma LMS pada snr 0 dB
Gambar 6 menampilkan performansi algoritma LMS dengan sinyal data yang memiliki karakteristik snr = 0 dB. Nilai akhir yang didapat adalah sebesar 1,4947 detik sedangkan nilai mean sebesar 2,9567 detik. Algoritma LMS memberikan performa yang lebih baik pada keadaan snr = 100 dB, ini dimungkinkan karena variasi sinyal dan jumlah iterasi yang lebih banyak sehingga memberikan basis data yang lebih baik untuk menghitung mean dari proses yang terjadi.

Itulah dia sob penjelasan mengenai aplikasi algoritma genetik dalam estimasi waktu tunda. Kalo aku kemarin mempelajari hal hal yang berkenaan dengan waktu tunda itu ada di mata kuliah pemodelan dan simulasi telekomunikasi sob.
sekian dulu yaak.. ntar jumpa lagi.

KEEP FIGHTING!!!!

DAFTAR PUSTAKA

http://www.elektro.undip.ac.id/el_kpta/wp-content/uploads/2012/05/L2F098578_MTA.pdf

Komentar

Postingan Populer